Elixir: No. 5

elixir

A story by Soshinism

—–

RatingPG 15

GenreRomance, Action

Cast: Cho Kyuhyun. Choi Sooyoung. And I don’t know who else, you’ll find it anyway.

—–

Previous chapters:

No. 1 | No. 2 | No. 3No. 4 

—–

— The loneliest moment in someone’s life is when they are watching their whole world fall apart, and all they can do is stare blankly.” -Elixir —

Sooyoung bangun dari tidur lelapnya karena suara beberapa orang yang nampaknya sedang beradu argumen terdengar telinganya, cukup keras sampai mampu membangunkan seorang Sooyoung yang, kalau tubuhnya sedang lelah sekali, bisa tidur sampai tak memedulikan dunia sekitar. Wanita itu mengangkat tubuhnya, menyingkap selimut mahal berwarna keemasan pucat dari atas tubuhnya, keluar dari kamarnya dan berjalan menuju dapur. Ketika ia sudah menemukan yang dicarinya –segelas air putih dan french toast yang masih hangat, entah milik siapa, di atas meja makan–, ia melanjutkan jalannya menuju sumber suara yang tadi didengarnya. Kakinya sampai di ambang pintu belakang rumahnya yang menuju taman luas dan menemukan Changmin sedang berbicara pada seorang tukang kebun. Ia mendengar kakaknya itu terus keras kepala ingin melakukan pekerjaannya sendiri, mencabuti hama di beberapa tanaman bunga favoritnya, sementara sang tukang kebun juga bersikeras dengan pendiriannya untuk tidak memberikan pekerjaannya pada tuannya itu karena akan kena marah oleh kepala pelayan. Hingga akhirnya sang tukang kebun menyerah.

Hyung, you can’t talk like that to him,” tukas Sooyoung tanpa menyadari dirinya sudah berada di dekat kedua orang itu. Sang tukang kebun membungkuk sedikit untuk menghormati Sooyoung dan dibalas balik oleh wanita itu.

“Heh, says someone who didn’t want to live here and chose to live in a small dungeon,” balas Changmin, nada bicaranya penuh sindiran dan mengejek sang adik. Sooyoung memukul pelan lengan kekar lelaki itu dan keduanya tertawa. Ia kemudian mengikuti Changmin mencabuti rumput-rumput yang menjadi hama dan meminta sang tukang kebun untuk meninggalkan keduanya sendirian untuk beberapa saat.

What? Wae? Mengapa kau suruh dia pergi? Kau akan mulai memberikanku beribu alasan dan menceritakan mengapa kau bisa di kantor polisi dan hampir masuk penjara semalam?”

Ne,” jawaban singkat dan cepat Sooyoung itu membuat Changmin menoleh ke arahnya beberapa detik sebelum kemudian kembali fokus pada pekerjaanya namun tetap memasang telinga untuk adiknya.

“ChoiSociety menyuruhku untuk meretas data-data rahasia milik Keamanan Nasional beberapa minggu lalu. Mereka meminta data-data transaksi uang milik semua pejabat negara yang jumlahnya hingga ratusan triliun. I gave them what I found. It was all good until I surfed through those data files once again in my leisure time. Ada sebuah folder yang nampaknya lepas dari penglihatanku saat pertama kali mengecek data-data itu,” Sooyoung berhenti sebentar, mengatur napasnya dan mengumpulkan rumput-rumput yang sudah ia dapat di gerobak beroda tiga.

The folder name, if I’m not mistaken, it was named, 20 Stardust. Aku belum sempat membukanya saat ChoiSociety memberiku sebuah pesan yang berbunyi, ‘Turn against your Master,’ dan aku benar-benar tidak mengerti maksud pesan itu sebenarnya apa. Seluruh peralatanku, hardware, software, hancur sedetik setelah pesan itu datang. Semuanya hancur, sampai-sampai hardware­-ku berasap. Kutinggalkan itu untuk beberapa saat, takut meledak, namun tidak ada perubahan, and I gave up finally, I demolished them too. Kuhancurkan semuanya. Harapan terakhirku hanya laptopku yang masih dapat dioperasikan, meski data-data dari komputer belum ada semua di situ, termasuk folder 20 Stardust.”

Sooyoung merubah posisinya yang sejak tadi berjongkok, pegal mulai terasa di kedua kakinya yang terlipat yang kemudian diikuti oleh Changmin. Wanita itu sempat berhenti sebentar untuk kedua kali sebelum kembali melanjutkan, tidak sadar ada perubahan ekspresi pada wajah kakak lelakinya itu untuk beberapa saat yang sangat cepat.

Ia bercerita dengan suaranya yang sendu. Saat itu kurang lebih sudah lebih dari tiga hari sejak ChoiSociety memberi Sooyoung pesan yang sejujurnya tak dimengerti oleh wanita itu, ketika ia memutuskan untuk mencoba lagi melihat folder berjudul 20 Stardust yang belum sempat ia buka tersebut. Beberapa enkripsi kelas tinggi harus ia lewati untuk mencapai isi folder itu. Dan ketika proses peretasannya berada pada angka 98 persen, layar laptopnya berubah hitam. Sebuah kalimat dengan huruf kapital berwarna merah muncul. Ya, isinya masih sama seperti pesan yang didapatnya saat pertama menemukan folder 20 Stardust tersebut. Saat itu juga ia tahu kalau ChoiSociety tidak main-main, meski ia masih tidak paham maksud pesan itu. Hingga hari berganti dan dirinya diharuskan untuk menemani bosnya yakni Perdana Menteri Korea Selatan dalam sebuah konferensi nasional yang dapat dihadiri juga oleh masyarakat umum.

Acara berjalan lancar sejak awal, paling tidak begitu, sampai tiba-tiba saat perdana menteri memberikan suaranya di akhir waktu konferensi tersebut, seseorang berdiri dari barisan masyarakat umum yang datang dan menembakkan tiga buah timah panas yang ia arahkan pada sang perdana menteri. Tiga tembakan itu untungnya meleset dan tidak melukai siapapun meski hampir mengenai Sooyoung.

“Saat itulah aku tersadar kalau penembak itu orang bayaran ChoiSociety. Dan target sebenarnya adalah aku, bukan perdana menteri,” Sooyoung mengarahkan pandangannya pada kedua mata coklat milik Changmin, “saat itu pula aku berpikir bahwa aku harus menemuinya. Cho Kyuhyun. Asking him for a favour he promised to help me with after eleven years.”

Suasana menjadi hening setelah Sooyoung menyelesaikan kalimatnya itu. Hanya hembusan angin yang menyebabkan dedaunan pohon-pohon peneduh di halaman belakang rumah mereka bergesekan satu sama lain dan burung-burung bercuitan di pagi hari. Angin menyapu lembut wajah good looking kedua manusia itu dan membuat rambut Sooyoung berkibar pelan. Sooyoung baru hendak mengatakan sesuatu ketika Changmin mendahuluinya.

And yet you got betrayed by him. Someone who you trust so much. Seseorang yang kau beri kepercayaan penuh sejak sebelas tahun yang lalu. Benar, kan?”

Sooyoung tersenyum pahit. Ada sebuah percikan kesedihan yang mendalam dari kedua mata besar wanita itu. Kepalanya menunduk sebentar kemudian beranjak dari duduknya, mengambil sebuah alat penyiram tanaman, dan mulai menyiram tanaman yang ada di taman itu.

“Ini bukan soal rasa bersalah yang kau pendam padanya lagi, benar kan?” Changmin menghembuskan napas pelan, “you like him, don’t you?” tambahnya lagi sebelum Sooyoung mampu membalas.

Wanita itu tiba-tiba menghentikan segala aktivitasnya. Tangan kanannya dengan kuat menggenggam pegangan alat penyiram tanaman dan tangan kirinya melayang di udara karena ia hendak memindahkan tangan kiri itu ke dalam saku celananya. Perlahan tangan itu benar-benar jatuh dan menemukan tempatnya sendiri. Sooyoung tidak menoleh ke belakang, ke arah Changmin berada, ia tetap pada posisinya. Angin masih membuat rambutnya yang tebal berkibar-kibar.

Wanita itu tahu perkataan Changmin tidak sepenuhnya salah. Malah hampir benar, lebih dari lima puluh persen. Tapi ia tak pernah mengira akan mendengar pertanyaan sekaligus pernyataan itu diajukan padanya di depan wajahnya sendiri.

***

Di sudut lain Kota Seoul, seorang lelaki baru saja bangun dari tidurnya saat matahari sudah mulai meninggi. Kepalanya terasa berat karena pusing yang melanda akibat minuman keras yang ditenggak olehnya malam sebelumnya. Siwon terduduk di tepi ranjangnya, salah satu tangannya memegang pelipisnya, mencoba untuk meminimalisir rasa pusing yang mengerikan meskipun gagal. Sinar matahari mengintip dari balik tirai kamarnya yang terbuka di sebagian sisi. Ia menidurkan kembali tubuhnya ketika kemudian kedua matanya tiba-tiba membelalak. Ia kemudian memukul-mukul kepalanya yang masih pusing berkali-kali. Menyadari sebuah keteledoran yang dilakukannya semalam saat mabuk.

Masih dengan kondisi shirtless, ia raih ponselnya yang berada di meja kecil di salah satu sisi ranjang berukuran king miliknya. Jemarinya yang panjang dan langsing mengetik beberapa buah angka pada ponsel itu sampai suara nada tunggu sebuah panggilan terdengar. Tak berselang lama, yang di seberang akhirnya mengangkat.

I think I might have said something stupid,” Siwon memulai, tanpa memberi salam terlebih dahulu, apa yang ia ingin bicarakan lebih penting ketimbang sebuah salam, pikirnya.

Same old Choi Siwon. Baiklah, tidak apa. Tapi, kau sudah dengar berita terakhir?” ujar suara di seberang, terdengar sedikit berbisik, seperti tidak ingin di dengar oleh orang lain yang mungkin lewat di dekatnya.

“Berita terakhir, mwora?”

Changmin di Seoul.”

Siwon menepuk jidatnya sendiri setelah mendengar tiga kata itu terucap dari teman bicaranya di ujung sana. Ia memejamkan mata sebentar sambil mengusap wajah dengan salah satu tangannya yang masih bebas tidak menggenggam ponsel.

“Aku belum memberitahumu, hyung?”

Memberitahu tentang? Yya, Choi Siwon, apa yang kau lakukan?

“Aku melepas Choi Sooyoung semalam, Changmin bailed her out. Aku tidak menyangka dia akan pulang secepat ini, aku lebih tidak menyangka lagi dia akan pulang kemarin.”

Kali ini tidak terdengar balasan apapun dari orang yang Siwon telepon kecuali sebuah hembusan napas penuh kekecewaan.

“Kita tidak bisa sembarang bergerak sekarang, since Changmin is in town, he knows too much, he knows everything.

My source told me that he had been digging into this since he first got into Germany. Dan yang semalam barusan terjadi benar-benar meyakinkanku kalau dia sudah mengetahui segalanya. Dia hanya menahan diri untuk tidak memberitahukan segalanya pada Sooyoung, karena, you know why.”

“Apa yang harus kita lakukan selanjutnya, hyung?”

Sebuah hembusan napas berat terdengar lagi setelah beberapa saat yang tidak sebentar dalam keheningan. Nampaknya pria di seberang yang dipanggilnya hyung itu baru saja memutuskan sesuatu.

Hyung?”

Apa lagi? Kill him.”

Kedua mata Siwon membelalak terkejut beberapa detik. Badannya sedikit menegang saat mendengar perintah itu diucapkan dari hyung-nya. Sekali lagi ia memejamkan kelopak matanya dan menghembuskan napas sedikit keras dan berkata, “Algesseumnida.”

***

Angin terasa berhembus cukup kencang sampai ke dalam ruangan, menyebabkan beberapa sarang laba-laba di sudut-sudut ruang bergerak pelan, hampir rusak, tapi masih kembali seperti semula. Satu ekor laba-laba terlihat kembali mengeluarkan jaring putihnya dengan gerakan memutar untuk menambah kekuatan pada rumahnya tersebut, tidak memedulikan ada seonggok manusia yang ukuran tubuhnya ratusan kali lipat lebih besar darinya sedang melamun. Sebuah pena memutar-mutar di antara sela-sela jarinya seperti angin topan yang siap menghantam siapapun yang menghalangi jalannya.

Ia baru sadar ketika ada sebuah gulungan kertas terlempar ke arahnya, hampir mengenai kepalanya tapi gagal. Ia tersenyum setelah melihat dari mana arah kertas tersebut dilempar. Dibukanya kertas yang sudah tak karuan bentuknya itu dan mendapati tulisan:

Jangan memandanginya terlalu lama, nanti jatuh cinta.

Seketika itu ia langsung melempar sebuah senyuman kecil ke arah lelaki yang memberinya kertas itu.

“Sudah sejak sepuluh menit yang lalu kau hanya memandangi foto-foto wanita itu, Cho. Better you watch your heart before it gets broken,” ujar lelaki yang lebih tua dari Kyuhyun itu.

Kyuhyun balik melempar kertas tadi ke arah lelaki itu dan tidak membalas dengan kalimat apapun. Sang lelaki yang berpakaian polisi lengkap berdiri dari duduknya dan berjalan keluar setelah berpamitan pada Kyuhyun kalau dirinya harus bertugas saat itu juga dan lagi-lagi hanya dibalas senyum oleh Kyuhyun. Pandangannya perlahan beralih dari punggung lelaki itu yang makin mengecil di kejauhan ke arah meja kerja di seberang meja kerja miliknya. Sebuah papan nama terpampang jelas, Detektif Lee Donghae. Kemudian kembali terfokus pada berkas seorang wanita di hadapannya, yah, siapa lagi kalau bukan Choi Sooyoung.

Ia baca dengan seksama lembaran demi lembaran kertas berisi tentang Sooyoung, tak peduli beberapa orang yang lewat di depannya dan memanggil namanya. Bola matanya bergerak dari kiri ke kanan, kiri-kanan, seperti itu terus selama beberapa saat sampai ketika sesuatu menangkap perhatiannya. Kyuhyun memukul kepalanya dua kali setelah menyadari ketidaktelitiannya saat pertama kali membaca berkas itu. Bagaimana aku bisa melewatkan ini?, batinnya.

Di lembar ketiga berkas itu, tercatat lengkap setiap tahunnya di mana dan aktivitas apa yang Choi Sooyoung lakukan, kecuali untuk dua tahun sejak tahun 2006, there was nothing. Hanya sebuah strip yang menandakan tidak adanya keterangan dalam dua tahun tersebut apa yang dilakukan sang wanita. Kyuhyun mengarahkan matanya ke kanan atas, tangan kirinya masih dengan erat memegang kertas itu dan tangan kanannya ada di samping tubuhnya, pikirannya memberikan banyak kemungkinan kiranya apa yang terjadi dari tahun 2006 sampai 2008 dalam hidup Sooyoung yang menyebabkan keterangan itu dikosongi. Karena tidak mungkin keterangan hidup seorang budak pemerintahan yang notabene memegang banyak rahasia bisa kosong begitu saja.

Detik demi detik berjalan dan Kyuhyun masih belum menemukan alasan kekosongan data tersebut. Sementara ia tahu mencarinya di data kepolisian atau data Keamanan Nasional tidak berguna, Choi Sooyoung sudah menghapus semua jejaknya sebagai seorang peretas kelas tinggi, hanya menyisakan kehidupannya sebagai sekretaris perdana menteri, itu pun karena dirinya lupa.

Kyuhyun menghembuskan napas pelan, matanya memejam menyadari satu-satunya yang bisa ia lakukan saat ini adalah bertanya langsung pada sang wanita.

***

Bau makanan dan suara panci penggorengan bersentuhan dengan spatula berbahan metal mengganggu penciuman dan pendengaran Kyuhyun. Matanya terpejam dan kedua tangannya terlipat di depan dada. Ia sedang menunggu seseorang. Tak lama, seorang pelayan datang ke mejanya dan mengantarkan segelas Americano panas. Bukan, bukan. Bukan pelayan itu yang ditunggunya. Ada orang lain yang ditunggunya sejak beberapa menit yang lalu. Ia menyesap kopinya perlahan sambil terus melihat ke arah luar jendela, saat itu pula orang yang ditunggunya datang dari kejauhan. Dengan cepat ia rapikan penampilannya dan menenangkan jantungnya yang entah mengapa tak dapat berdetak dengan normal hanya karena melihat orang itu.

Ia berdiri ketika yang ditunggunya sampai di hadapannya. Sang wanita membungkukkan badan sedikit, menarik kursi untuknya duduk, dan meletakkan tubuhnya di kursi itu. Sooyoung, seseorang yang Kyuhyun tunggu terlihat tersenyum kecil. Hanya matanya tidak mengarah pada Kyuhyun sama sekali.

I thought the business between us was done, Kyuhyun-ssi.”

Kyuhyun sedikit terkejut ketika wanita itu langsung berbicara pada poinnya dan tidak basa-basi terlebih dahulu. “Kau tidak mau pesan dahulu? An iced coffee, maybe?” Sooyoung hanya menggeleng pelan sebagai balasan pertanyaan itu.

“Pertanyaan apa yang ingin kau tanyakan padaku?” ujar Sooyoung lagi. Kyuhyun diam beberapa saat sebelum mengajukan apa yang ingin ditanyakannya, ia tidak mengalihkan pandangannya dari wanita di hadapannya, meski tidak mendapat balasan yang sama.

“Antara 2006 dan 2008, kau ada di mana? Tidak ada keterangan apapun di dalam berkasmu.”

Kali ini Sooyoung yang terdiam. Setelah beberapa saat yang tak bisa disebut sebentar, kepalanya mendangak dan ia menumbukkan kedua indera penglihatannya pada Kyuhyun. “Why are you doing this? Aku sudah lepas dari penjara, kupikir hal yang terjadi di antara kita ini sudah selesai, Kyuhyun-ssi. Mengapa kau melakukan ini?’

Lagi. Kyuhyun terdiam lagi. Ia ingin mengatakan bahwa ada rasa bersalah yang menjalar di dalam hati dan pikirannya, ada sesuatu yang tidak terasa benar bagi Kyuhyun kalau wanita itu adalah benar-benar pelaku kejahatan belakangan ini, ia tidak merasa benar menjebloskan Sooyoung ke penjara, lebih lagi menjebaknya. Tapi bibirnya tak sejalan dengan apa yang dimaunya, ia terus terdiam.

Ia dengar sebuah hembusan napas yang agak keras dari seberangnya. Ia mendongak setelah sadar ternyata kepalanya tertunduk sejak beberapa saat lalu dan mendapati sang wanita telah berdiri dari duduknya.

Ia benar-benar ingin menahan wanita itu pergi, tapi dirinya juga tak mampu memberikan alasan mengapa ia masih menggali masalah ini padahal sudah selesai. But he couldn’t do anything. Sampai Sooyoung membalikkan badannya dan berjalan beberapa langkah, sebelum ia berhenti dan menengokkan kepalanya ke belakang sedikit. Suaranya lembut dan penuh kelelahan sembari ia mengucap, “I was in the United States doing some work, di kota kelahiranku, Portland.”

Kyuhyun tidak membalas apa-apa sampai Choi Sooyoung kembali melanjutkan langkahnya. Dan perlahan tubuhnya yang tinggi menghilang dari pandangan. Lelaki itu menunduk lesu. Baru pertama kali ia merasakan seperti ini, apalagi pada seseorang yang tidak lain adalah ‘kriminal buruannya sendiri’.

***

Sementara Sooyoung tidak benar-benar pergi meninggalkan tempat pertemuannya tadi dengan Kyuhyun. Ia bergegas mencari tempat yang dapat menutupi tubuhnya dari pandangan Kyuhyun dan masih bertahan di tempat itu sampai sang lelaki benar-benar pergi. Kedua matanya berubah sendu kala memperhatikan sang lelaki. Sudah hampir sebelas tahun lebih ia melakukan ini –memperhatikan Kyuhyun dari jauh, ingin menjaganya tanpa perlu memperkenalkan dirinya di hadapan lelaki itu.

Sooyoung tahu hal itu mungkin akan terdengar sedikit creepy, hampir-hampir seperti penguntit atau stalker, mengikuti seseorang hampir setiap hari, tapi Sooyoung tidak bermaksud seperti itu. Tidak setiap hari ia mengawasi Kyuhyun dari jauh, tidak setiap kegiatan yang Kyuhyun lakukan ia tahu, ia juga bahkan tidak ada niatan untuk melihat sosial media sang lelaki. Setidaknya, ia pikir, hal itu yang bisa ia lakukan untuk membalas rasa bersalah yang sudah tertanam di hatinya pada Kyuhyun, menjaganya dari jauh.

Ia bernapas lega ketika akhirnya Kyuhyun bangkit dari duduknya dan mulai pergi dari tempat itu. Sooyoung membalikkan badan dan saat itu pula ia melonjak ke belakang beberapa sentimeter, terkejut karena tiba-tiba ada seseorang yang berdiri di belakangnya. Kepalanya mendongak hanya untuk menemukan Choi Siwon, petugas Keamanan Nasional yang kemarin-kemarin menginterogasinya berdiri di belakangnya persis tanpa ekspresi.

“Kau?”

Yes, Miss Choi.”

“Apa yang kau lakukan di sini?”

Kedua alis Sooyoung hampir menyatu. Tingkat kewaspadaannnya meningkat. Ia tidak menemukan alasan apapun yang tepat untuk menjelaskan mengapa lelaki itu tiba-tiba berada di tempat yang sama dengannya, lebih-lebih berdiri di belakangnya dan tidak mengucapkan sepatah kata pun.

Siwon hanya tersenyum mendengar pertanyaan itu keluar dari bibir Sooyoung. Untuk beberapa saat ia kembali memperhatikan wanita itu dengan seksama sebelum berkata, “Nampaknya kau belum memberitahukan Kyuhyun siapa dirimu sebenarnya, eoh?” Kedua mata Sooyoung membesar, terkejut.

What do you mean, Siwon-ssi? Diriku sebenarnya?” ujar Sooyoung sambil tersenyum gugup beberapa kali. Apalagi ini? Apa yang dia ketahui?, batinnya.

Lelaki itu menarik salah satu ujung bibirnya yang otomatis menampakkan dua lesung pipi yang makin membuat wajahnya tampak tampan, “Lebih baik kau beritahu Cho Kyuhyun terlebih dahulu, sebelum ia tahu dari orang lain. You don’t want that to happen, right?” Ia pergi setelah selesai mengucapkan kalimat itu pada Sooyoung. Meninggalkan sang wanita dalam kebingungannya. Ia tidak tahu sama sekali tentang Choi Siwon, yet he seemed like he knows everything about her.

***

Ada setidaknya dua meja usang dan belasan tempat bekas bahan bakar berbentuk tabung di sebuah bangunan di tepian kota Seoul. Sinar matahari yang hampir hilang ditelan gelapnya malam masih dengan berani muncul menerjang jendela-jendela penuh debu. Seorang lelaki dengan santai mendudukkan tubuhnya di salah satu kursi yang menjadi satu dengan meja tadi. Kelima jemari di tangan kanannya mengetuk-etuk pelan permukaan meja itu sementara tangan kirinya di saku celananya yang berwarna biru gelap, hampir hitam. Potongan rambutnya sangat rapi, menunjukkan kalau ia punya aturan yang harus ditaati di tempatnya kerja.

Ia dengar pintu utama bangunan itu terbuka dan menyebabkan gema ke seluruh penjuru ruang. Kepalanya menengok sedikit dan lama kelamaan sesosok tubuh besar seorang lelaki muncul dari kegelapan lorong yang menghubungkan pintu utama dengan ruangan yang saat ini ia tempati.

“Kau sudah di sini, hyung?” tanya sang lelaki yang baru datang. Ia menarik salah satu ujung bibirnya dan mengangguk pelan untuk seseorang yang memanggilnya hyung tersebut. Dua-tiga detik kemudian, lelaki yang ditunggunya sudah tepat berada di hadapannya. Ia mendongak untuk melihat lelaki itu, mengikuti pergerakan orang itu sembari lawan bicaranya meletakkan pantat di kursi satu lagi yang masih bebas tak terpakai.

“Aku punya rencana, hyung.”

“Bagaimana?”

Siwon, lelaki yang datang lebih telat dari teman bicaranya saat ini, menghela napas keras sebelum melanjutkan kalimatnya. Kurang lebih lima sampai tujuh menit ia selesai menjelaskan sementara sang lelaki di hadapannya dengan seksama, hanya mengedipkan kedua kelopak matanya kala dibutuhkan.

“Kapan kau akan melakukannya?” tanyanya setelah Siwon selesai dengan penjelasan rencananya. Siwon mengalihkan pandangannya yang sedari tadi mengarah pada lawan bicaranya menjadi ke bawah sebelum mengembalikannya lagi seperti semula.

Tomorrow.”

***

Jarum jam menunjukkan pukul lima lewat empat puluh tiga menit ketika Sooyoung sampai di rumahnya. Ia letakkan outer berwarna hijau gelap di sofa yang didudukinya saat ini. Kepalanya menengok ke arah kiri dan kanan ketika ia sadar ia tidak menemukan tubuh tinggi Changmin di rumah itu. Alisnya mengerut sebelum akhirnya kembali normal ketika ia memutuskan untuk memberi sebuah kejutan untuk lelaki itu.

Ia berjalan mengendap-endap ke arah kamar lelaki itu, membuka pintunya perlahan, berusaha sekuat tenaga untuk tidak terdengar. Dan benar saja dugaannya, Changmin ada di kamar besar itu, terduduk di meja kerjanya di ujung ruangan, nampak sangat serius membaca tumpukan kertas yang disimpan dalam sebuah folder berwarna kuning pucat. Posisinya membelakangi pintu sehingga ia tidak dapat melihat Sooyoung datang ke kamarnya.

“Changmin-ssi!” teriak Sooyoung sambil meletakkan kedua tangannya di bahu Changmin dengan tiba-tiba. Rencana kejutan isengnya berhasil. Lelaki itu melonjak dari duduknya dan mengelus dada ketika melihat adik perempuannya yang melakukannya.

Yya, Choi Sooyoung!”

Mwoya, why are you so surprised?”

Changmin bergerak cepat untuk menutup berkas-berkas yang sedang dibacanya sambil masih menghadap sang wanita, seperti berusaha untuk tidak memperlihatkannya pada wanita itu. Sooyoung yang tersadar akan gesture itu, langsung merubah raut wajahnya menjadi kesal dan berkata, “Haish, aku tahu itu privasi, I know my boundaries, don’t look at me like that.” Changmin tertawa kecil mendengar reaksi wanita itu dan mengacak rambutnya pelan.

“Apa yang kau lakukan?” tanyanya pada Sooyoung. Tangannya meraih bahu wanita itu dan merangkulnya, mengajaknya keluar dari kamar itu menuju ruang keluarga yang ada di bagian tengah rumah.

“Aku ingin menanyakan suatu hal padamu, hyung,” ujarnya. Ah iya, Sooyoung memang lebih suka memanggil kakak lelakinya itu dengan sebutan hyung ketimbang oppa, entah mengapa ia tidak terlalu suka mendengar kata oppa, menurutnya terkesan manja. Ditambah kehidupannya dari kecil yang selalu dikelilingi banyak lelaki, membuatnya lebih terbiasa mendengar sebutan hyung.

Changmin menaikkan satu alisnya seperti hendak berkata, apa yang ingin kau tanyakan?.

“Kau tau lelaki yang kemarin menginvestigasiku kan?”

Yes, wae?”

“Apa kau kenal dengannya?”

Raut wajah Changmin sedikit berubah kali ini setelah mendengar pertanyaan itu keluar dari bibir sang adik. Tapi ia masih bisa mengontrolnya dan menjawab dengan tenang, “Well, hanya sebatas kenalan, tidak lebih. Kau ingat kan dulu aku sempat ikut tes uji masuk Keamanan Nasional? Yeah, I met him there,” jelasnya. Sayangnya, itu semua bohong, tapi ia harus melakukannya demi wanita yang sudah berbelas tahun bersamanya itu.

Waeguraeseo, Sooyoung-ah?”

Wanita itu terlihat berpikir sebentar sebelum mengangkat suara.

There is something really weird, hyung. Kau tahu kasusku yang baru saja kemarin kan? Cho Kyuhyun? Aku bertemu dengannya tadi–.”

“Bertemu dengan Cho Kyuhyun? Kau? Untuk apa?”

“Dengarkan aku dulu,” tukas Sooyoung tegas, tak suka pembicaraannya dipotong begitu saja.

“Haha, arasseo.”

Ne, aku bertemu dengan Kyuhyun tadi dan ketika aku akan pulang, Choi Siwon was there. Seperti sedang menguntitku. Yang lebih aneh adalah dia mengucapkan sesuatu…”

What did he say?”

“Dia berkata kalau aku belum memberitahukan siapa diriku sebenarnya pada Kyuhyun.”

Kedua mata Changmin membelalak, ada satu dua bulir keringat mengalir di punggungnya. Ia tidak yakin bagaimana harus menjawab pernyataan itu.

Did he know that I was the one who killed Kyuhyun’s father?”

—–

End of Elixir: No. 4

3 thoughts on “Elixir: No. 5”

  1. Johayo jangan2 soo eoni yg bunuh appa kyuhyun oppa astaga gmn nnti klau ketahuan ap yg akan terjadi sma mereka

  2. Bukan, kayanya bukan Soo yg bunuh ayahnya Kyuhyun. Tapi Soo yang dikambinghitamkan.
    Justru malah ada hubungannya antara Changmin, Siwon dan orang yg masih misterius statusnya.. kemungkinan diantara tiga orang itulah pelakunya.

Leave a comment